Bab 1
Pendahuluan
A.Latar Belakang
Setelah kedatangan Islam, terjadi proses
penyebaran yang begitu luas. Akibatnya tumbuh dan berkembangnya
kerajaan-kerajaan Islam dikepulauan Indonesia. Kerajaan Islam tersebut tumbuh
dan berkembang di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan
Kalimantan.
Kerajaan Islam yang berkembang di Sumatra antara
lain kerajaan Samudra Pasai, Aceh,dan Perlak. Kerajaan-kerajaan tersebut ada
yang tengah mengalami perkembangan bahkan ada yang sedang mengalami keruntuhan
karena pergeseran politik satu dengan lainnya. Berdasarkan sumber sejarah
lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang sudah tumbuh sejak dua
abad sebelum kehadiran Tome Pires, yaitu Kerajaan Islam Samudra Pasai.
Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai tidak
dapat dipisahkan dari letak geografisnya yang senantiasa tersentuh pelayaran
dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak
abad-abad pertama Masehi. Sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi para pedagang muslim
dari Arabia, Persi (Iran), dan dari negeri-negeri Timur Tengah mulai memegang
peranan penting.
Selain Kerajaan Samudra Pasai ada juga Kerajaan
Aceh yang didirikan pada tahun 1496. Kerajaan Aceh
merupakan kerajaan yang berkembang sebagai kerajaan islam yang mengalami
kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Karena letaknya strategis
yaitu terletak di daerah Sumatra yang dekat dengan letak perdagangan
internasional maka dari itu perkembangan kerajaan ini menjadi sangat pesat. Dari latar belakang inilah akan
dibahas lebih jauh mengenai kerajaan pertama di Indonesia dan Kerajaan Aceh yang
memiliki pengaruh terhadap kerajaan islam lainnya di Nusantara.
B. Rumusan Masalah
·
Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
·
Siapa saja sultan-sultan yang berpengaruh di Kerajaan Samudra
Pasai dan Aceh?
·
Seperti apa proses berkembangnya Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh
di segala bidang?
·
Bagaimana keadaan Puncak kejayaan Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
·
Faktor apa yang mempengaruhi Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai dan
Aceh?
·
Apa saja Peninggalan dari Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
C. Tujuan
·
Mengetahui
sejarah berdirinya Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh
·
Mengetahui
puncak kejaan Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh
·
Mengetahui
penyebab runtuhnya Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh
Bab 2
Pembahasan
1.
Kerajaan Samudra Pasai
A. Sejarah
Berdirinya
Kesultanan Pasai
juga dikenal dengan Samudera Pasai, adalah kerajaan islam yang terletak di
pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan
Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu,
yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan
ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila i-Masyriq ( pengembaraan ke Timur )
karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304 – 1368 ), musafir Maroko yang singgah ke
negeri ini pada tahun 1345.
B. Sultan (Raja)
yang memimpin
Pada masa pemerintahan Sultan Malik
Al-Saleh berkembanglah agama Islam mazhab Syafi’i. Awalnya Sultan Malik
Al-Saleh merupakan pemeluk syi’ah yang di bawa dari pedagang-pedagang Gujarat
yang datang ke Indonesia pada abad 12. Namun kemudian Sultan Malik Al-Saleh
berpindah menjadi memeluk Islam bermazhab Syafi’i atas bujukan Syekh Ismail
yang merupakan utusan dinasti mameluk di Mesir yang beraliran mazhab Syafi’i.
Pada masa pemerintahan Sultan Malik Al-Saleh juga Samudera Pasai mendapat
kunjungan dari Marco Polo.
Setelah Sultan Malik Al Saleh meninggal pada 1297 ia
digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan Sultan
Malik Az Zahir yang memerintah sampai tahun 1326. Pada Masa Pemerintahan
Sultan Malik Az Zahir ini kerajaan mengalami masa keemasan. Sultan Malik Az Zahir
memperkenalkan pertama kali penggunaan koin
emas di lingkungan kerajaan. Hal inilah yang mengakibatkan Kerajaan Samudera
Pasai menjadi pusat perdagangan terbesar di Sumatera pada saat itu. Kerajaan
juga menjadi terkenal sebagai tempat penyebaran agama Islam.
Kemudian ia digantikan
oleh Sultan Ahmad Bahian Syah Malik Al Tahir dan pada masa pemerintahan beliau
Samudra Pasai juga mendapat kunjungan dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah
seorang dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi di India. Ia
mengunjungi Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan perjalanannya
ke Cina sebagai utusan Sultan Delhi. Dalam catatan-catatan Ibnu Batutah kita
dapat mengetahui bagaimana peranan Samudra Pasai ketika perkembangannya.
Sebagai bandar utama perdagangan di pantai timur Sumatra Utara, Samudra Pasai
banyak didatangi oleh kapal-kapal dari India, Cina, dan dari daerah-daerah lain
di Indonesia. Di bandar tersebut kapal-kapal saling bertemu, transit,
membongkar serta memuat barang-barang dagangannya.
C. Perkembangan
Kerajaan
Dengan timbulnya Kerajaan Samudera Pasai
maka Kesultanan Perlak mengalami kemunduran. Samudra Pasai tampil sebagai
bandar dagang utama di pantai timur Sumatera Utara. Samudera Pasai tidak hanya
menjadi pusat perdagangan lada ketika itu, tetapi juga sebagai pusat
pengembangan agama Islam bermazhab Syafi’i.
1.
Kehidupan Politik
Raja pertama Samudera Pasai sekaligus
pendiri kerajaan adalah Marah Silu bergelar Sultan Malik Al-Saleh, dan
memerintah antara tahun 1285-1297. Pada masa pemerintahan Sultan Malik
Al-Saleh, kerajaan tersebut telah memiliki lembaga negara yang teratur dengan
angkatan perang laut dan darat yang kuat, meskipun demikian, secara politik
kerajaan Samudera Pasai masih berada dibawah kekuasaan Majapahit.
2.
Kehidupan Ekonomi
Karena letak geografisnya yang strategis,
ini mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun langsung ke dunia maritim.
Samudera Pasai juga mempersiapkan bandar-bandar yang digunakan untuk :
Ø Menambah
perbekalan untuk pelayaran selanjutnya.
Ø Mengurus
soal-soal atau masalah-masalah perkapalan.
Ø Mengumpulkan
barang-barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri.
Ø Menyimpan
barang-barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
3. Kehidupan
Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan
Samudera Pasai diatur menurut aturan-aturan dan okum-okum Islam. Dalam
pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan sosial masyarakat di
negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah sehingga daerah Aceh
mendapat julukan Daerah Serambi Mekkah.
D.
Akhir Pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir
pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang
mengakibatkan perang saudara. Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun
Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521yang sebelumnya telah
menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah
menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
E. Peninggalan Sejarah
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh
yang bertarikh 696 H atau 1267 M, dirujuk oleh sejarahwan sebagai tanda telah
masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-13. Walau ada pendapat bahwa
kemungkinan Islam telah datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja
Pasai memang
penuh dengan mitos dan legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dalam
mengungkap sisi gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu
kerajaan ini telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan
nama pendiri kerajaan ini untuk Universitas
Malikussaleh di Lhokseumawe.
2. Kerajaan
Aceh
A. Sejarah
Berdirinya
Kesultanan Aceh
Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di
Indonesia, dan menjadi salah satu bukti perkembangan Islam di tanah air.
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1496 hinga 1903, sultan pertamanya adalah
Sultan Ali Mughayat Syah. Kerajaan Aceh menjadi salah satu kerajaan Islam yang
mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, menentang imperialisme Eropa,
sistem pemerintahan, pendidikan, dan hubungan diplomatik dengan kerajaan lain.
Ketika awal kedatangan
Bangsa Portugis di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua pelabuhan
dagang yang besar sebagai tempat transit para saudagar luar negeri, yakni Pasai
dan Pedir. Pasai dan Pedir mulai berkembang pesat ketika kedatangan bangsa
Portugis serta negara-negara Islam. Namun disamping pelabuhan Pasai dan Pedir,
Tome Pires menyebutkan adanya kekuatan ketiga, masih muda, yaitu “Regno dachei”
(Kerajaan Aceh).
B. Sultan (Raja)
yang memimpin
Pada saat dipimpin oleh
Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim, Kerajaan Aceh berhasil melepaskan
diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada tahun 1520. Dan pada tahun itu pula
Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam kekuasaannya.
Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan untuk
memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan
bangsa Portugis.
Tahun 1528 Sultan Ali digantikan putra
sulungnya, Sultan Alauddin Syah atau disebut Salahudin.
Ia menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu
tidak berhasil. Ia mencoba menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547
dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru pada tahun 1564. Saat itu Aceh juga berusaha
mengembangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakan
hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti
Turki, Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya
ke Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan
penyerangan terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya.
Setelah
ia wafat, adiknya lah yang menjadi sultan berikutnya. Saat dipimpin oleh Sultan Ali Ri’ayat Syah, Aceh mencoba merebut Malaka
sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun 1573 dan 1575.
Hingga akhirnya ia tewas 1579.
Kerajaan
Aceh mulai mengalami masa keemasan atau puncak kekuasaan di bawah pimpinan
Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa
Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami peningkatan dalam berbagai
bidang, yakni dalam bidang politik, ekonomi-perdagangan, hubungan
internasional, memperkuat armada perangnya, serta mampu mengembangakan dan
memperkuat kehidupan Islam. Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun
semakin terdesak akibat perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di
bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda
C. Perkembangan
Kerajaan
1. Kehidupan Politik
Saat
dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah,Kerajaan Aceh berhasil melakukan
perluasan ke beberapa daerah yang ada di Sumatra, seperti daerah Daya dan
Pasai. Ia juga melakukan serangan terhadap Portugis di Malaka. Saat dipimpin
oleh Sultan Ali Riayat Syah, Aceh mengembangkan angkatan laut yang kuat guna
kembali menyerang Portugis di Malaka. Pada saat masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda, Aceh mengalami puncak kejayaan. Antara lain,ia berhasil
memenangkan perang dengan Portugis di sekitar Pulau Bintan.
2. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi
masyarakat Aceh adalah dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Pada masa
kejayaannya, perekonomian berkembang pesat. Penguasaan Aceh atas daerah-daerah
pantai barat dan timur Sumatra banyak menghasilkan lada. Sementara itu,
Semenanjung Malaka banyak menghasilkan lada dan timah. Hasil bumi dan alam
menjadi bahan ekspor yang penting bagi Aceh, sehingga perekonomian Aceh maju dengan
pesat.
3.
Kehidupan Sosial Budaya
Letak Aceh yang strategis
menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan demikian, kebudayaan
masyarakatnya juga makin bertambah maju karena sering berhubungan dengan bangsa
lain. Contoh dari hal tersebut adalah tersusunnya hukum adat yang dilandasi
ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam. Menurut Hukum Adat Makuta
Alam pengangkatan sultan haruslah semufakat hukum dengan adat. Oleh karena itu,
ketika seorang sultan dinobatkan, ia berdiri di atas tabal, ulama yang memegang
Al-Qur’an berdiri di kanan, sedangkan perdana menteri yang memegang pedang
berdiri di kiri.
D.
Akhir Pemerintahan
Setelah Sultan
Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 M, Kerajaan Aceh mulai mengalami banyak
kemunduran hal tersebut terjadi karena beberapa faktor antara lain :
·
Tidak
adanya pengganti raja
Tidak ada raja yang mampu menggantikan Sultan Iskandar
Muda yang telah wafat pada tahun 1636.
·
Pertikaian
Pertikaian ini terjadi antara golongan bangsawan dan
golongan ulama, hal ini berdampak pada persatuan internal.
·
Pelepasan
wilayah
Banyaknya daerah daerah taklukan Aceh yang melepaskan
diri dan menguatnya pengaruh Belanda saat itu.
E. Peninggalan Sejarah
Peninggalan Kerajaan Aceh yang terlihat nyata adalah
bangunan Masjid Baiturrahman Aceh dan
Buku Bustanu’s Salatin yang ditulis oleh
Nurrudin Ar Raniri yang isinya berupa sejarah raja (sultan) Kerajaan
Aceh.